Kementerian Keuangan pada tahun 2025 merilis laporan yang menunjukkan penurunan penerimaan pajak sebesar 5,1 persen dibandingkan tahun 2024. Penurunan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan penting: apa faktor penyebabnya, sektor mana yang paling terdampak, dan bagaimana implikasinya terhadap perekonomian nasional?
Gambaran Umum Penerimaan Pajak 2025
Total penerimaan pajak hingga pertengahan 2025 mencapai Rp 1.135,4 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2024 yang mencapai Rp 1.196,5 triliun. Dengan demikian, realisasi penerimaan pajak baru sekitar 54,7 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN.
Fakta ini menandakan bahwa penerimaan negara dari pajak mengalami perlambatan yang cukup signifikan, padahal pajak merupakan sumber utama pembiayaan negara.
Penurunan pada PPh Badan (Pajak Perusahaan)
Kontributor terbesar penurunan penerimaan adalah PPh Badan atau pajak yang dipungut dari laba perusahaan. Realisasi PPh Badan tahun 2025 tercatat sebesar Rp 280,08 triliun atau turun 8,7 persen dari tahun sebelumnya.
Salah satu faktor utama penurunan adalah restitusi pajak, yaitu pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada perusahaan. Restitusi memang berdampak positif bagi arus kas perusahaan karena dana yang sebelumnya tertahan dapat kembali dimanfaatkan. Namun, dari sisi negara, hal ini menurunkan jumlah penerimaan pajak secara neto.
Penurunan ini juga bisa menjadi indikasi bahwa kinerja laba perusahaan sedang mengalami tekanan, yang berpotensi mencerminkan pelemahan kondisi ekonomi sektor riil.
Penurunan pada PPN dan PPnBM
Selain PPh Badan, penurunan juga terjadi pada penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Bruto: Rp 631,8 triliun, turun 0,7 persen dibanding tahun sebelumnya.
Neto: Rp 416,49 triliun, turun cukup tajam sebesar 11,5 persen.
Penurunan PPN dan PPnBM memberikan sinyal bahwa konsumsi masyarakat menurun, termasuk belanja barang-barang mewah. Dengan kata lain, daya beli masyarakat sedang melemah, dan sektor perdagangan ritel menghadapi tantangan yang lebih berat.
Kabar Positif dari PPh Orang Pribadi
Di tengah tren penurunan, terdapat perkembangan positif dari penerimaan PPh Orang Pribadi. Pada tahun 2025, penerimaan PPh Orang Pribadi meningkat cukup signifikan:
Bruto: Rp 15,98 triliun atau naik 38,8 persen.
Neto: Rp 15,91 triliun atau naik 39,1 persen.
Kenaikan ini menunjukkan bahwa kesadaran individu dalam membayar pajak semakin tinggi. Tingkat kepatuhan yang meningkat ini merupakan hasil dari perbaikan sistem administrasi perpajakan, edukasi pajak yang berkelanjutan, serta penguatan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pajak.
Dampak Positif dan Negatif
Fenomena penurunan penerimaan pajak 2025 membawa dampak yang beragam bagi perekonomian.
Dampak Positif:
Kesadaran dan kepatuhan wajib pajak individu semakin meningkat.
Transparansi dalam mekanisme restitusi terjaga, sehingga memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha.
Momentum reformasi perpajakan semakin kuat, termasuk upaya digitalisasi sistem pajak.
Restitusi membantu perusahaan dalam menjaga arus kas dan keberlangsungan operasional.
Dampak Negatif:
Risiko defisit APBN semakin besar karena penerimaan tidak sesuai target.
Sinyal perlambatan ekonomi semakin nyata, terutama pada sektor konsumsi dan perdagangan.
Kenaikan PPh Orang Pribadi belum cukup menutupi penurunan dari sektor korporasi dan konsumsi.
Ruang fiskal pemerintah menjadi lebih terbatas untuk membiayai program pembangunan dan belanja sosial.
Penurunan penerimaan pajak sebesar 5,1 persen pada tahun 2025 adalah sebuah peringatan penting. Di satu sisi, kesadaran masyarakat untuk membayar pajak semakin baik, namun di sisi lain sektor perusahaan dan konsumsi masyarakat justru menunjukkan pelemahan.
Kondisi ini menuntut strategi kebijakan yang lebih hati-hati. Pemerintah perlu menyeimbangkan antara menjaga penerimaan negara dan tetap memberikan ruang bagi dunia usaha untuk bertumbuh. Reformasi perpajakan yang berkelanjutan, insentif fiskal yang tepat sasaran, serta upaya memperkuat daya beli masyarakat menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional ke depan.






