Setiap dokumen yang dikenai Bea Meterai, baik dalam bentuk fisik maupun digital, wajib dibubuhi meterai yang sah. Namun, tidak semua meterai otomatis dianggap sah secara hukum. Ada sejumlah kriteria yang menentukan apakah meterai tersebut benar-benar memiliki keabsahan sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Dasar hukum mengenai keabsahan meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai dan diperjelas melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78 Tahun 2024 (PMK 78/2024) tentang Ketentuan Pelaksanaan Bea Meterai.
Pemahaman terhadap keabsahan meterai penting bagi pelaku usaha, lembaga, dan masyarakat agar tidak terjadi kesalahan administrasi yang dapat menyebabkan dokumen dianggap tidak sah atau belum dikenai Bea Meterai secara benar.
Penentuan Keabsahan Meterai
Penentuan keabsahan meterai dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pihak yang merasa perlu memastikan keaslian atau keabsahan suatu meterai, baik pihak yang terutang Bea Meterai maupun pihak lain, dapat mengajukan permintaan resmi kepada DJP.
Permintaan tersebut harus disertai meterai yang akan diuji keabsahannya, baik berupa dokumen fisik maupun digital. Proses penentuan ini diatur dalam Pasal 44 PMK 78/2024, yang menjelaskan bahwa DJP berwenang menentukan keabsahan berbagai jenis meterai seperti meterai tempel, meterai elektronik, meterai teraan, komputerisasi, hingga percetakan.
Kriteria Keabsahan Meterai Tempel
Untuk meterai tempel, terdapat tiga kriteria utama yang menjadi dasar penilaian keabsahan, yaitu:
Pembayaran Bea Meterai dilakukan dengan menggunakan meterai tempel yang sah, masih berlaku, dan belum pernah digunakan untuk dokumen lain.
Pembubuhan meterai dilakukan dengan cara yang benar, misalnya ditempel pada tempat yang sesuai dan dalam kondisi tidak rusak.
Meterai memiliki ciri umum dan ciri khusus, seperti desain, warna, atau kode keamanan yang menandakan keaslian.
Apabila salah satu dari ketiga kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka meterai dinyatakan tidak sah. Akibatnya, dokumen yang bersangkutan dianggap belum dikenai Bea Meterai secara benar.
Keabsahan Meterai Elektronik (e-Meterai) dan Meterai Teraan
Untuk meterai elektronik (e-Meterai), keabsahan ditentukan oleh dua aspek penting:
Pembubuhan dilakukan melalui sistem resmi meterai elektronik yang disediakan oleh pemerintah.
e-Meterai memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang menjadi identitas keasliannya.
Sedangkan untuk meterai teraan, keabsahan ditentukan oleh saldo deposit mesin teraan digital. Jika saldo tidak mencukupi atau sistem tidak digunakan sesuai ketentuan, maka pelunasan Bea Meterai dianggap tidak sah.
Keabsahan Meterai Komputerisasi dan Meterai Percetakan
Pada meterai komputerisasi, kriteria keabsahan utamanya adalah ketersediaan deposit yang mencukupi. Apabila deposit tidak tersedia atau kurang, pembubuhan meterai komputerisasi dinyatakan tidak sah.
Sementara itu, untuk meterai percetakan, keabsahannya ditentukan oleh beberapa syarat administratif, yaitu:
Pembubuhan dilakukan atas dasar permintaan resmi dari pemungut Bea Meterai.
Pemungut telah menyetorkan Bea Meterai ke kas negara.
Pemungut juga telah melaporkan pemungutan dan penyetoran tersebut dalam SPT Masa Bea Meterai.
Meterai percetakan baru dianggap sah apabila seluruh proses administratif dan pelaporan tersebut telah dilakukan sesuai ketentuan.
Keabsahan Meterai Teraan Digital
Jenis meterai teraan digital kini juga digunakan dalam sistem administrasi perpajakan modern. Untuk dinyatakan sah, meterai teraan digital harus memenuhi beberapa kriteria berikut:
Dibubuhkan oleh pemungut Bea Meterai melalui sistem resmi teraan digital.
Pemungut telah menyetorkan Bea Meterai ke kas negara dan melaporkannya dalam SPT Masa Bea Meterai.
Apabila salah satu syarat tersebut tidak dipenuhi, maka pelunasan Bea Meterai dianggap tidak sah, dan dokumen terkait dinilai belum dibubuhi meterai sesuai ketentuan.
Keabsahan Bea Meterai merupakan aspek penting yang menjamin keabsahan hukum dokumen di Indonesia. Baik dalam bentuk meterai tempel, e-Meterai, teraan, komputerisasi, maupun percetakan, seluruhnya harus memenuhi kriteria yang diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui PMK 78/2024.
Dengan memastikan bahwa meterai yang digunakan sah dan sesuai prosedur, individu maupun badan usaha dapat menghindari potensi sengketa hukum dan menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan yang berlaku.





