Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali memperkuat langkah penegakan kepatuhan perpajakan melalui aturan baru yang mulai berlaku tahun 2025. Melalui PER-19/PJ/2025, otoritas pajak kini memiliki kewenangan untuk menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak elektronik (e-Faktur) bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dinilai tidak patuh dalam menjalankan kewajibannya.
Kebijakan ini merupakan langkah penting dalam memastikan setiap PKP memenuhi kewajiban perpajakan secara benar, transparan, dan konsisten. Akses e-Faktur yang diblokir bukan sekadar sanksi administratif, tetapi juga dapat berdampak langsung pada kelancaran transaksi bisnis PKP yang bersangkutan.
Landasan Hukum: Wewenang Pemblokiran e-Faktur
Dasar hukum penonaktifan akses e-Faktur mengacu pada Pasal 65 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 (PMK 81/2024). Dalam PMK tersebut, DJP diberikan otoritas untuk melakukan pembatasan akses terhadap sistem perpajakan apabila PKP tidak menjalankan kewajiban perpajakannya.
Kewenangan ini kemudian didelegasikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sesuai tempat PKP terdaftar. Artinya, setiap KPP memiliki hak penuh untuk menilai tingkat kepatuhan PKP dan menentukan apakah akses e-Faktur perlu dinonaktifkan.
Bagi PKP, hal ini menjadi pengingat penting bahwa kepatuhan tidak hanya diukur dari pembayaran pajak, tetapi juga dari konsistensi pelaporan dan pemenuhan kewajiban formal lainnya.
Kriteria PKP yang Bisa Diblokir Akses e-Fakturnya
DJP menetapkan sejumlah kondisi yang dapat menyebabkan akses e-Faktur PKP diblokir. Secara garis besar, kriteria tersebut dibagi menjadi tiga kelompok utama: ketidakpatuhan pemotongan/pemungutan, ketidakpatuhan pelaporan, dan tunggakan pajak.
1. Tidak Melakukan Pemotongan atau Pemungutan Pajak
PKP dapat diblokir apabila tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak atas transaksi yang seharusnya dipotong atau dipungut selama tiga bulan berturut-turut. Kondisi ini dianggap sebagai bentuk pengabaian kewajiban pengawasan yang berdampak langsung pada penerimaan pajak negara.
2. Tidak Menyampaikan SPT Tahunan PPh
SPT Tahunan PPh merupakan kewajiban dasar yang wajib disampaikan oleh setiap PKP. Ketidaksediaan menyampaikan SPT ini secara otomatis menunjukkan kurangnya kepatuhan formal dan dapat menjadi dasar penonaktifan akses e-Faktur.
3. Tidak Menyampaikan SPT Masa PPN
Selain SPT Tahunan, ketidakpatuhan pada pelaporan SPT Masa juga menjadi indikator penting. Akses e-Faktur dapat diblokir apabila PKP:
Tidak menyampaikan SPT Masa PPN selama 3 bulan berturut-turut, atau
Tidak menyampaikan SPT Masa PPN selama 6 masa pajak dalam satu tahun kalender.
Karena SPT Masa PPN terintegrasi langsung dengan data penerbitan faktur, ketidakpatuhan pada pelaporan ini sangat mempengaruhi akurasi administrasi perpajakan.
4. Tidak Melaporkan Bukti Potong/Pungut
Jika PKP tidak melaporkan bukti potong atau bukti pungut selama tiga bulan berturut-turut, DJP dapat menganggap PKP tidak menjalankan kewajiban formalnya dan berhak melakukan pemblokiran akses e-Faktur.
5. Memiliki Tunggakan Pajak di Atas Batas Tertentu
Kriteria terakhir berkaitan dengan kondisi finansial PKP. Akses e-Faktur dapat diblokir apabila PKP memiliki tunggakan pajak:
≥ Rp250.000.000 untuk PKP yang terdaftar di KPP Pratama, atau
≥ Rp1.000.000.000 untuk PKP yang terdaftar di KPP Madya atau KPP lainnya.
Namun, DJP memberikan pengecualian bagi PKP yang telah mendapatkan:
Surat keputusan persetujuan angsuran, atau
Penundaan pembayaran pajak yang masih berlaku.
Artinya, PKP yang menunjukkan iktikad baik melalui mekanisme resmi tetap dapat mempertahankan akses e-Fakturnya.
Bagaimana Cara Mengaktifkan Kembali Akses e-Faktur yang Diblokir?
PKP yang akses e-Fakturnya dinonaktifkan tidak otomatis kehilangan hak selamanya. DJP menyediakan mekanisme klarifikasi resmi sebagai upaya pemulihan akses.
Langkah yang perlu dilakukan PKP:
Mengajukan surat klarifikasi tertulis kepada Kepala KPP.
Surat harus memuat:
identitas PKP,
alasan atau penjelasan ketidakpatuhan,
maksud pengajuan kembali akses,
dokumen pendukung seperti:
bukti penyampaian SPT Masa/ Tahunan,
bukti potong/pungut,
bukti pelunasan atau SK angsuran tunggakan.
Kepala KPP wajib memberikan keputusan paling lambat 5 hari kerja sejak seluruh dokumen dinyatakan lengkap.
Jika semua kewajiban telah dipenuhi
➡️ Akses e-Faktur akan diaktifkan kembali.
Jika KPP tidak memberi keputusan dalam 5 hari kerja
➡️ Akses e-Faktur otomatis dapat digunakan kembali, sesuai ketentuan PER-19/PJ/2025.
PKP Harus Lebih Tertib untuk Menghindari Sanksi
Dengan diberlakukannya aturan baru ini, DJP menegaskan bahwa kepatuhan pajak bukan hanya soal pembayaran, tetapi juga menyangkut ketertiban pelaporan dan pemenuhan kewajiban administrasi.
Pemblokiran akses e-Faktur merupakan langkah strategis yang bertujuan:
meningkatkan disiplin PKP,
menjaga integritas sistem perpajakan,
serta memastikan seluruh transaksi PPN tercatat dengan benar.
PKP diimbau untuk melakukan evaluasi internal, memperbaiki kepatuhan pelaporan, dan memastikan tidak ada kewajiban yang terlewat agar dapat terus menjalankan usahanya tanpa hambatan administratif.





