Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini resmi menetapkan aturan baru melalui PER-5/PJ/2025 yang mengubah ketentuan mengenai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).
Perubahan ini menjadi bagian dari transformasi besar sistem pajak nasional seiring dengan penerapan Coretax, yaitu sistem administrasi pajak terbaru yang terintegrasi penuh secara digital.
Apa Itu PJAP (Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan)?
PJAP adalah pihak ketiga yang ditunjuk oleh DJP untuk menyediakan aplikasi dan sistem layanan pajak elektronik bagi wajib pajak.
Lewat PJAP, proses administrasi perpajakan menjadi lebih cepat, efisien, dan mudah dilakukan secara daring.
Contoh layanan yang disediakan oleh PJAP antara lain:
e-Faktur untuk penerbitan faktur pajak elektronik.
e-Bupot untuk pembuatan bukti potong elektronik.
e-Billing untuk pembuatan kode pembayaran pajak.
Pelaporan SPT elektronik (e-Filing).
Dengan adanya PJAP, wajib pajak tidak perlu mengakses sistem DJP secara langsung, melainkan bisa menggunakan layanan digital yang sudah disetujui dan diawasi oleh DJP.
Mengapa Ada Perubahan Setelah Coretax?
Perubahan aturan PJAP dilakukan karena DJP sedang mengimplementasikan Coretax, sistem inti administrasi pajak yang modern, aman, dan terintegrasi.
Tujuannya adalah untuk membuat proses administrasi pajak di Indonesia menjadi lebih efektif, efisien, transparan, dan adaptif terhadap perkembangan teknologi.
Agar semua pihak bekerja dalam sistem yang sama, aturan terkait PJAP harus disesuaikan. Dengan begitu, layanan yang disediakan oleh pihak ketiga akan tetap sinkron dengan standar sistem Coretax DJP.
Layanan Wajib PJAP Menurut PER-5/PJ/2025
Berdasarkan aturan terbaru, setiap PJAP wajib menyediakan layanan utama berikut:
Validasi Status Wajib Pajak (VSWP)
Aplikasi e-Bupot elektronik
Modul e-Faktur
Pembuatan Kode Billing
Penyaluran SPT elektronik
Sementara itu, layanan lama seperti pemberian NPWP dan e-Faktur host-to-host kini bukan lagi layanan utama.
Layanan tersebut hanya dapat disediakan apabila mendapatkan izin tambahan dari DJP.
Perubahan ini dilakukan untuk memastikan seluruh layanan pajak digital berjalan melalui sistem yang terstandarisasi dan lebih mudah diawasi.
Penunjukan PJAP Kini Lebih Ketat
Dalam sistem baru, jumlah PJAP resmi akan ditentukan langsung oleh DJP dan diumumkan melalui website resmi DJP.
Setiap calon PJAP harus memenuhi sejumlah syarat administratif dan teknis, seperti:
Menyediakan layanan dengan standar Service Level Agreement (SLA) yang ketat.
Siap diaudit dan diawasi oleh DJP secara berkala.
Menerima sanksi apabila melanggar ketentuan atau gagal menjaga keamanan data wajib pajak.
Langkah ini diambil agar seluruh penyedia jasa aplikasi perpajakan bekerja dengan kualitas tinggi, keamanan data yang kuat, serta integrasi penuh dengan sistem Coretax.
Masa Transisi Menuju Coretax
Untuk memastikan proses berjalan lancar, DJP memberikan masa transisi bagi PJAP yang sudah beroperasi sebelum aturan baru berlaku.
PJAP lama masih dapat digunakan sampai Desember 2024 (untuk masa, bagian, atau tahun pajak berjalan).
Semua PJAP wajib menyesuaikan sistem dan layanannya agar sepenuhnya kompatibel dengan Coretax paling lambat 31 Desember 2025.
Sebagai contoh, PajakExpress (Ortax) yang sudah menjadi PJAP resmi sejak 2020 juga wajib melakukan penyesuaian agar sesuai dengan sistem dan ketentuan terbaru.
Dampak Perubahan bagi Wajib Pajak
Bagi wajib pajak, perubahan ini membawa dampak positif. Proses pelaporan dan pembayaran pajak akan menjadi lebih mudah, cepat, dan aman karena sistemnya kini terhubung langsung dengan Coretax DJP.
Selain itu, pengawasan terhadap PJAP akan memastikan setiap data perpajakan dikelola secara transparan dan sesuai standar pemerintah.
Namun, wajib pajak juga perlu memastikan bahwa mereka hanya menggunakan PJAP resmi yang diakui DJP agar terhindar dari potensi kesalahan pelaporan atau gangguan sistem.
Penerapan Coretax dan pembaruan melalui PER-5/PJ/2025 menandai babak baru digitalisasi perpajakan di Indonesia.
Kini, PJAP tidak hanya berfungsi sebagai penyedia aplikasi pajak, tetapi juga bagian penting dari infrastruktur administrasi pajak nasional yang modern.
Dengan sistem yang terintegrasi, pengawasan ketat, dan layanan yang lebih transparan, DJP berharap proses perpajakan di Indonesia menjadi lebih efisien dan terpercaya.
Wajib pajak pun diharapkan lebih mudah memenuhi kewajibannya secara digital, kapan saja dan di mana saja.





